Menakar Masa Depan Industri Media di Indonesia
menakar-masa-depan-industri-media-di-indonesia
JAKARTA - Industri media massa di Indonesia tengah memasuki tahap baru. Menurut Ketua Dewan Pers 2016-2019 Yosep Adi Prasetyo dalam Jurnal Dewan Pers, hingga November 2018 terdapat 43.300 media online dari total 47.000 media massa di Indonesia. Data tersebut tak hanya menunjukkan kemudahan membangun media online atas kebebasan pers, melainkan juga sejalan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 yang menitikberatkan adanya perubahan pola kehidupan dengan pemanfaatan teknologi di seluruh kegiatan.
Media massa dalam revolusi industri 4.0 semakin terlihat dari tren belanja iklan dalam riset Nielsen Ad Intel. Dalam risetnya itu, Nielsen memaparkan investasi periklanan di Thailand, Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Taiwan melonjak 12% menjadi hampir US$55 miliar pada tahun 2022. Dari jumlah itu, iklan digital tumbuh paling tinggi atau naik 64% dari tahun 2021, iklan ruang ruangan naik 19%, sementara televisi hanya naik 6%. Tren belanja iklan yang terus mengarah ke digital ini membuat media massa harus bersaing dengan media sosial seperti Instagram, YouTube, TikTok, Twitter, hingga Facebook. Termasuk dalam hal pembuatan konten.
Perkembangan media massa ke depan juga perlu menyasar generasi milenial. Hal ini terkait dengan bonus demografi. Pada 2045, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif diantara 15-64 tahun. Pemilik grup media Trans Corp Chairul Tanjung dikutip Bisnis.com mengatakan, media massa yang bisa memenuhi kebutuhan milenial saat ini akan memenangkan persaingan ke depannya.
Sementara itu, digitalisasi membuat media massa meninggalkan bentuk konvensional. Kondisi ini telah dialami beberapa Grup Media besar seperti Tempo, MNC, hingga Mahaka (Republika). Tempo harus merelakan Koran Tempo untuk bertransformasi menjadi media online koran.tempo.co. Dari Grup MNC, nama-nama seperti Sindo Weekly dan Koran Sindo pun sudah hilang ditelan digital. Termasuk Republika yang juga telah berpamitan dari dunia cetak.
Di sisi lain, gempuran digitalisasi justru membuka peluang bagi konglomerasi untuk menguasai berbagai media. Dalam Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi dengan judul “Dampak Konglomerasi Media Terhadap Industri Media Massa dan Demokrasi Ekonomi Politik di Era Konvergensi Media” karya Umi Khumairoh untuk Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Gajah Mada, banyak perusahaan media bergabung menjadi perusahaan yang lebih besar dan membawahi banyak media yang beragam sebagai bagian dari bisnisnya. Hal ini tentu saja menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan memicu perubahan negatif dalam produksi berita dari objektif menjadi subjektif yang sarat kepentingan.
Insight: Investasi periklanan di Thailand, Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Taiwan melonjak 12% menjadi hampir US$55 miliar pada tahun 2022.
Media | Dalam miliar US$ | ||
2021 | 2022 | (%) | |
TV | 34,2 | 36,3 | 6% |
Digital | 5,7 | 9,2 | 64% |
Radio | 4,5 | 4,1 | -8% |
3,2 | 3,2 | -0,11% | |
Outdoor | 0,8 | 0,9 | 19% |
Cinema | 0,1 | 0,3 | 131% |
Total | 48,4 | 54,1 | 12% |
TAGS:
References (15)
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
WEBINAR
Menakar Masa Depan Industri Media di Indonesia
menakar-masa-depan-industri-media-di-indonesia
JAKARTA - Industri media massa di Indonesia tengah memasuki tahap baru. Menurut Ketua Dewan Pers 2016-2019 Yosep Adi Prasetyo dalam Jurnal Dewan Pers, hingga November 2018 terdapat 43.300 media online dari total 47.000 media massa di Indonesia. Data tersebut tak hanya menunjukkan kemudahan membangun media online atas kebebasan pers, melainkan juga sejalan dengan perkembangan revolusi industri 4.0 yang menitikberatkan adanya perubahan pola kehidupan dengan pemanfaatan teknologi di seluruh kegiatan.
Media massa dalam revolusi industri 4.0 semakin terlihat dari tren belanja iklan dalam riset Nielsen Ad Intel. Dalam risetnya itu, Nielsen memaparkan investasi periklanan di Thailand, Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Taiwan melonjak 12% menjadi hampir US$55 miliar pada tahun 2022. Dari jumlah itu, iklan digital tumbuh paling tinggi atau naik 64% dari tahun 2021, iklan ruang ruangan naik 19%, sementara televisi hanya naik 6%. Tren belanja iklan yang terus mengarah ke digital ini membuat media massa harus bersaing dengan media sosial seperti Instagram, YouTube, TikTok, Twitter, hingga Facebook. Termasuk dalam hal pembuatan konten.
Perkembangan media massa ke depan juga perlu menyasar generasi milenial. Hal ini terkait dengan bonus demografi. Pada 2045, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia 70%-nya dalam usia produktif diantara 15-64 tahun. Pemilik grup media Trans Corp Chairul Tanjung dikutip Bisnis.com mengatakan, media massa yang bisa memenuhi kebutuhan milenial saat ini akan memenangkan persaingan ke depannya.
Sementara itu, digitalisasi membuat media massa meninggalkan bentuk konvensional. Kondisi ini telah dialami beberapa Grup Media besar seperti Tempo, MNC, hingga Mahaka (Republika). Tempo harus merelakan Koran Tempo untuk bertransformasi menjadi media online koran.tempo.co. Dari Grup MNC, nama-nama seperti Sindo Weekly dan Koran Sindo pun sudah hilang ditelan digital. Termasuk Republika yang juga telah berpamitan dari dunia cetak.
Di sisi lain, gempuran digitalisasi justru membuka peluang bagi konglomerasi untuk menguasai berbagai media. Dalam Jurnal Pemikiran dan Riset Sosiologi dengan judul “Dampak Konglomerasi Media Terhadap Industri Media Massa dan Demokrasi Ekonomi Politik di Era Konvergensi Media” karya Umi Khumairoh untuk Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Gajah Mada, banyak perusahaan media bergabung menjadi perusahaan yang lebih besar dan membawahi banyak media yang beragam sebagai bagian dari bisnisnya. Hal ini tentu saja menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan memicu perubahan negatif dalam produksi berita dari objektif menjadi subjektif yang sarat kepentingan.
Insight: Investasi periklanan di Thailand, Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Korea Selatan, dan Taiwan melonjak 12% menjadi hampir US$55 miliar pada tahun 2022.
Media | Dalam miliar US$ | ||
2021 | 2022 | (%) | |
TV | 34,2 | 36,3 | 6% |
Digital | 5,7 | 9,2 | 64% |
Radio | 4,5 | 4,1 | -8% |
3,2 | 3,2 | -0,11% | |
Outdoor | 0,8 | 0,9 | 19% |
Cinema | 0,1 | 0,3 | 131% |
Total | 48,4 | 54,1 | 12% |
03 comments
References (15)
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
- Edit Post Edit This Post within a Hour
- Hide Post Hide This Post
- Delete Post If inappropriate Post By Mistake
- Report Inappropriate content
03 comments
willimes doe
12 june 2017 replyQuis autem velum iure reprehe nderit. Lorem ipsum dolor sit amet adipiscing egetmassa pulvinar eu aliquet nibh dapibus.
Qlark Jack
22 july 2017 replyQuis autem velum iure reprehe nderit. Lorem ipsum dolor sit amet adipiscing egetmassa pulvinar eu aliquet nibh dapibus.
Olivia Take
15 jan 2016 replyQuis autem velum iure reprehe nderit. Lorem ipsum dolor sit amet adipiscing egetmassa pulvinar eu aliquet nibh dapibus.